Sabtu, 31 Desember 2011

Kumpulan Puisi Chairil Anwar


  PRAJURIT JAGA MALAM

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu……
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !

(194
Siasat,
Th III, No. 96
1949)


MALAM

Mulai kelam
belum buntu malam
kami masih berjaga
–Thermopylae?-
- jagal tidak dikenal ? -
tapi nanti
sebelum siang membentang
kami sudah tenggelam hilang

Zaman Baru,
No. 11-12
20-30 Agustus 1957



SENJA DI PELABUHAN KECIL


Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

1946



CINTAKU JAUH DI PULAU

Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.

1946
DOA

kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling

13 November 1943



SAJAK PUTIH


Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah…




PENERIMAAN


Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri
Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani
Kalau kau mau kuterima kembali
Untukku sendiri tapi
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.

Maret 1943




HAMPA


kepada sri
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.



PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO

Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang diatas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut
Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh

(194
Liberty,
Jilid 7, No 297,
1954)



DIPONEGORO

Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati

MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang

(Februari 1943)
Budaya,
Th III, No. 8
Agustus 1954



KRAWANG-BEKASI


Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi


(194
Brawidjaja,
Jilid 7, No 16,
1957)



AKU (SEMANGAT)


Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lag

MIMPI

Kala malam datang dan rasa kantuk membentangkan selimutnya diwajah bumi, aku bangun dan berjalan ke laut, " Laut tidak pernah tidur, dan dalam keterjagaann yaitu laut menjadi penghibur bagi jiwa yang terjaga.",
Ketika aku sampai di pantai, kabus dari gunung menjuntaikan kakinya seperti selembar jilbab yang menghiasi wajah seorang gadis.Aku meliha tombak yang berdeburan. Aku mendengar puji-pujiannya kepada Tuhan dan bermeditasi diatas kekuatan abadi yang tersembunyi di dalam ombak-ombak itu-kekuatan yang lari bersama angin, mendaki gunung, tersenyum lewat bibir sang mawar dan menyanyi dengan desiran air yang mengalir di parit-parit.
Lalu aku melihat tiga Putera Kegelapan duduk diatas sebongkah batu. Aku menghampirinya seolah-olah ada kekuatan yang menarik kutanpa aku dapat melawannya.
Aku berhenti beberapa langkah dari Putera Kegelapan itus eakan-akan ada tenaga magis yang menahanku. Saat itu, salah satunya berdiri dan dengan suara yang seolah berasal dari dalam laut ia berkata:
"Hidup tanpa cinta ibarat pohon yang tidak berbunga dan berbuah. Dan cinta tanpa keindahan seperti bunga tanpa aroma semerbak dan seperti buah tanpa biji. Hidup, cinta dan keindahan adalah tiga dalam satu, yang tidak dapat dipisahkan ataupun diubah."
Putera kedua berkata dengan suara bergema seperti air terjun," Hidup tanpa berjuang seperti empat musim yang kehilangan musim bunganya. Dan perjuangan tanpa hak seperti padang pasir yang tandus. Hidup,perjuangan dan hak adalah tiga dalam satu yang tidak dapat dipisahkan ataupun diubah."
Kemudian Putera ketiga membuka mulutnya seperti dentuman halilintar :
"Hidup tanpa kebebasan seperti tubuh tanpa jiwa,dankebebasantanpaakalsepertiroh yang kebingungan. Hidup, kebebasan dan akal adalah tiga dalam satu, abadi dan tidak pernah sirna."
Selanjutnya ketiga-tiganya berdiri dan berkata dengan suara yang menggerunkan sekali:
Itulah anak-anak cinta,
Buah dari perjuangan,
Akibat dari kebebasan,
Tiga manifestasi Tuhan,
Dan Tuhan adalah ungkapan
dari alam yang bijaksana.
Saat itu diam melangut, hanya gemersik sayap-sayap yang tak nampak dan getaran tubuh-tubuh halus yang terus-menerus.
Aku menutup mata dan mendengar gema yang barusajaberlalu.Ketika aku membuka mataku, aku tidak lagi melihat Putera-Putera Kegelapan itu,hanya laut yang dipeluk halimunan. Aku duduk, tidak memandang apa-apa pun kecuali asap dupa yang menggulung ke syurga.

Karya :Khalil Gibran

Allah Masih Melindungi Wanita Itu

   Senja itu menghitam.Sepertinya akan segera turun hujan.Orang-orang yang berlalu lalang semakin berkurang.Aku masih terdiam di depan sebuah warung makan dekat halte bus leuwi panjang.Kemana lagi aku harus melangkahkan kaki,sedangkan disini aku terasing sendiri di sebuah kota besar yang tak ku kenal.Ini baru pertama kalinya aku menginjakan kaki di kota kembang.Tapi bagaimanapun juga aku harus bisa sampai ke tempat tujuanku sebelum malam menggelar jubah hitamnya.
            Kota kembang semakin malam semakin kelam.Sebab hujan mengguyur bumi sejak tadi.Semakin lama semakin deras.Untungnya aku sudah mendapatkan tempat untuk meneduhkan raga,di emperan dipatiukur.
            Mungkin terlalau nekad buatku seorang perempuan sendiri di malam hari.Yang lebih parahnya lagi,aku berada di kota yang baru saja aku datangi.Belum pernah terfikir di benakku untuk melakukan hal semacam ini.Tapi impianku membuatku hilang kendali.Seolah-olah penghamba dunia,aku mengejar impianku untuk masa depan yang lebih baik lagi.Besok rencananya aku mengikuti tes SNMPTN di salah satu Universitas negeri di Bandung.Sudah satu tahun aku menunggu saat-saat ini dan sekaranglah saatnya.Dari Karawang aku berangkat ke Bandung.Dari tempat ku mencari uang untuk biaya kuliah,ke tempat aku membuka gerbang impianku.Orang tua ku sudah kewalahan menasihatiku untuk tidak berangkat sendirian ke Bandung.Bahkan dengan bujukannya mereka memaksaku untuk berhenti bermimpi.Fikiran mereka yang primitif mencoba menempatkan aku diantara perempuan-perempuan yang mengais rejeki seadanya dan membina rumah tangga sederhana.Tapi ambisi yang sudah aku pelihara bertahun-tahun tidak bisa lemah begitu saja.
            Tekad dan nekad memang beda tipis.Sudah seharian di Bandung tak tentu arah.Tadinya aku mau mencari kontrakan atau kost-an untuk bermalam.Tapi tidak ada yang menerimaku untuk satu malam saja.kebanyakan menerima kost-an bulanan.Padahal planning sudah aku rancang sedemikian rupa.Bahkan sempat kefikiran untuk menginap di hotel.Meskipun mahal yang penting aku mendapatkan tempat tinggal semalam ini saja.Tapi karena tersesat dan hujan lebat,terpaksa aku harus terdesak oleh hawa dingin di tepi jalan.Sekali lagi tak tentu arah meskipun sudah tentu tujuannya.
            Malam itu sepi.Hawa dingin menyelimuti tubuhku.Tiba-tiba terdengar suara jeritan perempuan di ujung jalan.Terlihat bayangan hitam dari kejauhan.Semakin lama semakin mendekat.Secepatnya aku bersembunyi di balik kios kosong yang sudah rusak dan sudah lama terabaikan.Kulihat seorang perempuan sedang meronta-ronta meminta tolong dari cengkraman kuat dua laki-laki berpenampilan urakan dan sangar.Nuraniku mendesak tuk menolongnya,tapi rasa takut membrogol kakiku tuk tidak beranjak dari sarang persembunyianku.Kedua laki-laki itu kemudian membawa perempuan itu ke sebuah rumah kosong yang beberapa meter tidak begitu jauh dari sarang persembunyianku.Aku pun mengikutinya dengan sangat hati-hati meskipun hujan masih deras membasuh bumi.
            Ketika ku intip dari balik jendela,perempuan itu tengah di nodai oleh kedua laki-laki itu dengan secara bergantian.
“Brengsek”umpatku dalam hati.
Baju perempuan itu koyak tak beraturan,wajahnya pucat pasi dan akhirnya tak sadarkan diri.Setelah puas menumpahkan birahi mereka,tanpa berprikemanusiaan keparat-keparat itu meninggalkan perempuan itu begitu saja.
            Setelah aku merasa keadaan sudah aman.Aku mencoba mendekati perempuan malang itu.Keadaanya begitu menyedihkan.Kemudian aku membuka jaket yang ku kenakan untuk menutupi bagian tubuhnya.Ketika aku hendak membopongnya,tibva-tiba kedua lelaki keparat tadi berada di depanku.Mataku terbelalak kaget.
“siapa kamu?”Tanya salah satu dari mereka yang berkulit hitam dan rambutnya yang keriting berantakan.Tamatlah riwayatku.kekejian yang mereka lakukan terhadap wanita yang berada di sampingku ini,membuat aku gentar dan nyaris hilang kendali.
“A….a..aku…gak sengaja lewat,ddaan…”.mendadak tak bisa mengontrol diri.Ya Allah,apa yang harus aku lakukan.
“Sepertinya gadis kampung yang primitif ini berada dalam situasi yang salah.haha….”
“Baiknya kita apakan dia”
“Sialan!berani-beraninya mereka bilang aku gadis kampung primitif”umpatku dalam hati.
“Apa maksud dari kata-kata kalian dengan gadis kampung primitif?Tanyaku mulai mencairkan kelemahanku.
“hahaha….apa kamu gak ngaca dengan kain yang seperti jas hujan yang kamu kenakan”kata si kriting hitam dengan nada menyindir.
Aku tau mereka mengatakan seperti itu karena aku tidak seperti umumnya wanita kota yang berpenampilan menarik dan modis persis seperti wanita yang tak berdaya di dekatku ini.Dengan baju longgar yang ku pakai dan kerudung panjang menutupi dada,aku rasa ini mencerminkan wanita muslimah sejati bukan gadis kampung primitif.
“Sudahlah,gak usah banyak bacot.Kita bereskan perempuan kolot ini.Kalau tidak,dia bisa menjadi saksi kejahatan yang telah kita lakukan”.
Aku tau,sebentar lagi mereka akan melakukan perbuatan keji  kepadaku.Tapi,apa yang harus aku lakukan?Sedangkan untuk melarikan diri saja aku harus melalui pintu dan posisi mereka tepat di depan pintu.Bagaimanapun  caranya aku harus melarikan diri.Aku pun mencoba mengelabui mereka dan akhirnya aku berhasil melarikan diri.Mereka tak kalah gesitnya denganku.Mereka berlari mengikutiku.
            Aku berlari menubruk tetesan air langit yang semakin menebal.Hawa dingin yang kuras tak begitu aku hiraukan.Bajuku yang basah kuyup tidak menghentikan langkahku untuk menghindar dari keparat-keparat itu.Nafasku tersengal-sengal.Kecepatanku untuk berlari berkurang.Bak sampah di depanku memberiku sebuah ide.Aku masuk ke dalamnya,dan atasnya aku tutupi dengan karung goni yang berserakan di sekitar bak sampah.Aku tak peduli meskipun aku harus bersembunyi di dalam bak sampah yang menjijikan dan kotor ini.Yang penting mereka tidak melakukan perbuatan menjijikan padaku dan mengotori kehormatanku.Berkali-kali hatiku mengucapkan istigfar.Dalam persembunyianku aku bermunajat,”Hasbunallah wa ni’mal wakil…..”.
            Derap langkah semakin lama semakin mendekat.Hujan pun tak sanggup menyamarkan suaranya.Persis di depan sarang persembunyianku,Kedua laki-laki itu menghentikan langkahnya.jantungku mengaduh.Hatiku mengaduh menyimpan resah.keringat dingin membanjiri tubuh.Aku sangat takut dengan keadaan ini.Aliran hangat membanjiri pipiku.ingin rasanya aku teriak sekerasnya.tapi teriakan ku hanya akan menjadi sebuah percobaan bunuh diri terhadap diriku sendiri.
            Perlahan aku menutup mataku.Kupasrahkan semuanya pada sang khalik pencipta langit dan bumi.jika aku tertangkap oleh mereka,semoga dunia mencatat ini sebagai sebuah sejarah yang terkenang dengan kehormatanku yang masih terjaga.Meskipun besok aku ditemukan dalam keadaan sudah kembali menjadi tanah.
            Lantunan ayat-ayat illahi menerobos alam bawah sadarku.Suara adzan subuh membuka mataku yang basah.Ketika aku melihat sekelilingku,aku merasa bersyukur terhindar dari bahaya tadi malam.Meskipun bau busuk sampah menusuk hidungku.
            Ku buka karung goni yang ku pakai sebagai atap sarang persembunyianku.Perlahan aku bangkit dan keluar dari bak sampah.Aku berjalan mencari sebuah masjid untuk menunaikan shalat subuh.Tak lama kemudian aku menemukan sebuah masjid yang sudah di penuhi orang-orang yang hendak menunaikan shalat subuh.Aku langsung memasuki kamar mandi umum di dekat masjid itu.Kubersihkan badan dan ku ganti pakaianku dengan pakaian yang bersih.Ku sucikan anggota badanku dengan wudhu dan menunaikan shalat subuh di mesjid itu.
            Setelah shalat subuh aku berdzikir menyebut nama Allah tuhan penyelamatku.Dan aku berharap semoga kedua penjahat itu mendapatkan balasan yang setimpal dengan perbuatannya.Dan mudah-mudahan wanita itu berada dalam lindungan Tuhan
            Setelah itu aku bersiap-siap hendak mengikuti tes di sebuah Universitas negeri Bandung.Cukup dengan dua kali menaiki angkot saja,aku sudah bisa sampai di sana tepat waktu.
            Ketika aku keluar mesjid dan hendak menunggu angkot,ada sebuah ambulan lewat di depanku.Tak lama kemudian seorang pria paruh baya berlari kecil ke arahku.Kemudian Dia berhenti tepat di sampingku.Sepertinya Dia hendak menunggu angkutan umum sama halnya denganku.
Ya Allah ya rahman.......
Tiba-tiba terdengar nada dering penyejuk kalbu dari ponselnya.
"Assalamualaikum"
"Sekarang BApak mau ke kantor polisi dulu,nak"
Dari kalimat yang terucap dari bibirnya,sepertinya Dia sedang berkomunikasi dengan anaknya.
"Tadi pagi bapak gak sengaja menemukan seorang wanita tidak sadarkan diri di rumah kosong dekat rumah kita.MAkanya Bapak gak sempat ke tempat kerja dulu soalnya mau melaporkan kejadian ini ke kantor polisi."
"Wanita itu sepertinya korban penganiayaan sekaligus korban pemerkosaan.Keadaannya sangat mengkhawatirkan,tapi Alhamdulillah sudah di bawa ke rumah sakit dan salah satu warga menemaninya"
Aku tertegun mengikuti arah pembicaraan Bapak paruh baya di sebelahku.Sepertinya wanita yang dimaksud adalah wanita yang semalam hendak aku tolong.Diam-diam aku merasa lega setelah tau keadaan wanita itu sudah diketahui keberadaanya.Bahkan ditemukan oleh orang yang baik hati dan tulus menolongnya.Subhanallah,Allah masih melindungi wanita itu"

Karya :Zahratushita

No Woman No Cry

 Pagi itu jalanan tak seramai biasanya.Lalu lintas aman terkendali.Hanya saja asap rokok yang sejak tadi menusuk-nusuk hidung Alfin tak kunjung menghhilang dari pandangan.Alfin merasa tidak nyaman duduk bersebelahan dengan orang yang hampir membuat dia sesak nafas.Alfin segera mengambil masker dari tasnya dan secepat kilat dia memakainya.
Beginilah resiko naik bus kota.duduk bersebelahan dengan orang yang tak dikenal dan menyebalkan.Padahal niat dari rumah pengen bisa duduk bersebelahan dengan wanita cantik.
“Tukeran posisi,wan.Gue alergi asap rokok.”Alfin memelas dengan penuh duka cita.
“Kagak mau,gue lebih nyaman dekat jendela,bisa liat pemandangan’Jawab Irwan sambil memamerkan giginya yang sudah mulai berkarat.
“Kayak anak TK aja lu liat pemandangan segala”Gerutu Alfin.
“Sabar,beginilah hidup,deritanya tiada akhir,haha”
“Sial,bisa-bisa mati konyol gue  terus-terusan disini”
“Justru orang kayak gini yang berperan penting dalam upaya pembasmian rokok sampai ke akar-akarnya.”
“maksud lo,Wan?
Dia berusaha membangkrutkan pabrik rokok dengan cara membeli dan membakar rokok sampai habis tak bersisa”
“Asem,kalo gitu gue juga tau”
“Peace,bro.hehe.Anggap aja ini adalah pengorbanan lu untuk Siska,mudah-mudahan jadi doa,trud lu diterima dah sama si siska .”
* * *
Jalanan mulai sepi.Saatnya kedua pemuda itu menjalankan aksinya.Tampak dari kejauhan,seorang gadis berseragam SMA berjalan ke arah mereka.Mereka menunggu dengan harap-harap cemas,mirip anak umur 3 tahun yang kehilangan ibunya di pasar dan gak tau mesti berbuat apa.Alfin nampak pucat lebay dan Irwan mencoba menenangkan Alfin dengan senyuman alakadarnya.
“Gue nervous,Wan.”
“Halah,sama cewek kayak Siska aja KO,sama emak gue yang terkenal cerewet se_RT aja gue kagak takut.”
“Deg-degan, wan.Badan gue rasanya panas dingin nih.”
“Gue kagak bawa kompresan,sorry bro”
“Asem,seriusan nih.”
“Yang gentle dong, Fin.Gimana sih lo.”
        Siska semakin mendekat ke arah mereka dan sudah menyadari bahwa ada dua penampakan di hadapannya.Dia berusaha untuk tidak mengabaikannya.Sampai akhirnya,
“Sis,tunggu sebentar.Ada yang mau gue omongin.Penting.”Alfin mencoba untuk memberanikan diri dengan kalimat yang sudah dia hafalkan selama satu bulan.Maklum,perlu kerja keras untuk bisa menggaet cewek kembang sekolahan yang  terkenal super jutek ini.
“Mau ngomong apa.”Jawab Siska dengan ketus.
Alfin pun terdiam.Suasana semakin hening.Meskipun hati Alfin mulai gaduh.Pertahanan Alfin mulai goyah.Dan di saat keadaan mulai tak terkendali,tiba-tiba suara sumbang Irwan mengudara.Dengan gerakan ala cheerleaders,Irwan mulai beraksi.
“Alfin,Alfin,yeyeye.Alfin,Alfin,tralala.Katakan,katakana,ayolah.”
“Diam.’Teriak Alfin dan Ssika serempak.
Irwan pun terdiam.Tanpa sepatah kata pun yang terucap dari bibir tebalnya.Hanya nyengir seadanya sekedar menetralkan suasana.
“Sebenernya gue,mmm,gue,mmm….”
“Cepetan dong ngomong,gue gak ada waktu buat ngomongin hal yang sekiranya gak penting-penting amat.”
Siska hendak pergi dan Alfin segera menahannya dengan secepatnya menarik tangan Siska.
“Sebentar, Sis.Ini penting,penting banget buat gue.”Alfin memasang wajah tak berdosa untuk menarik simpati Siska.
“ya udah,katakan sekarang,gak usah bertele-tele.”
“Sebelumnya aku mau bacain puisi dulu buat kamu.Dengerin baik-baik ya.”
“Berapa bait?”Tanya Siska.
“10 bait buat kamu seorang.”Alfin tersenyum malu-malu.
“Apa?”
“Kenapa,Sis?terlalu sedikit ya?”
“Gila! 10 bait kebanyakanlah.1 bait aja cukup.Lagi pula gak penting-penting amat baca puisi segala.”
“jangan segitu dong,Sis.9 bait aja deh,gimana?”
“1 bait !”
“kalo 5 bait gimana?”
“1 bait ! “
“ya udah deh,1 bait aja.”jawab Alfin lemas.
Alfin segera mengambil ancang-ancang dan mulai beraksi dengan gaya noraknya.
Sepasang bola matamu,seperti purnama yang merindukan kehadiran malam
Memandangmu menggelitik naluriku,seperti ada kilat menyambar dalam setiap urat saraf ku,
Ku rasa,cinta mengusikku sejak tadi,sejak sepasang bola matamu menyentuh kedalaman hatiku
Sekian dan terima kasih.Puisi ini aku persembahkan khusus untukmu seorang.’
“Ih so sweet.”sela Irwan sambil menyatukan kedua tangannya di dada,mirip ekspresi norak orang kampung  yang baru pertama kali lihat monas.
“Trus.”Tungkas Siska tanpa menghiraukan tingkah konyol Irwan yang semakin menjadi.
“Aku sudah lama memendam perasaan ini.Ini saatnya aku katakan bahwa aku suka sama kamu,Sis.Kamu mau gak jadi pacarku?”
Sejenak Siska terdiam.Membuat kegaduhan hati alfin semakin parah.
“Sorry ,gue gak bisa nerima lo!”
“Kenapa ?apa aku kurang ganteng?”
“lo kurang kaya!”Jawab Siska sambil berlalu meninggalkan Alfin yang terdiam membisu tanpa bisa berkata sepatah kata pun.Sedangkan Irwan,hanya bisa menganga lebar melihat peristiwa tragis di depan matanya.
* * *
“Gue kesel banget sama dia,Wan.Hancur hati gue.”
“Yaelah,masih aja ntu dendam di piara.nyantai aja lah,gitu aja lu permasalahin.Masih banyak wanita yang tersebar di berbagai pelosok dan sekitarnya.Nah lu tinggal milih dah tuh.”Irwan mencoba menghibur Alfin.
“Halah,gaya lu selangit.Ya udahlah ngapain ngomongin dia,terlalu naïf buat cowok seganteng gue ngomongin cewek yang gak penting kayak dia.”
“Nah lho,tu lu ngomongin dia.”
“Itu Cuma contoh aja.”Jawab Alfin kalem.
Kejadian kemarin membuat Alfin gak bisa tidur tenang.Bagaimana tidak,seorang Alfin yang terkenal paling cakep tingkat kabupaten dan ternorak sejagad raya,di tolak mentah-mentah sama cewek kayak Siska secara tidak berprikemanusiaan.Padahal besar harapan dia untuk bisa bersanding dengannya(halah lebay).
“Masalahnya gue gak mau jomblo trus.Takut di bilang gak laku kayak lu”
“Sial,gue bukannya gak laku tapi pemilih.Buat gue sendiri itu indah dan aman terkendali.”
“Aman terkendali apa maksud lo?”Tanya Alfin penasaran.
“Aman dari waktu yang terbuang percuma,aman dari cinta yang bisa menjadi virus mematikan buat dompet gue.Apalagi cewek matre kayak Siska,ke laut aja deh.”
“Iya juga sih.”
“Manfaatin waktu muda lo buat meraih cita-cita bukan cinta-cintaan.Buat gue,no woman no cry.”
“Iya juga sih.”
“hellow,ada gak sih kata-kata selain kata “iya juga sih”.Ya sudahlah,yang penting lu masih punya gue,hahay.”
Alfin hanya bisa tersenyum kecut tanpa bisa menyembunyikan kekecewaannya terhadap cewek pujaannya selama ini.
“Ayolah,fin.Semangat,jangan sedih gitu.Cetek banget sih jadi cowok.”
Alfin menghela nafas panjang,”Ok, no woman no cry.”jawab Alfin mantap.  
* * *
Karya :Zahratushita

Bersamamu Di Hujan Biru

Bersamamu Di Hujan Biru
 
fajar merekah di ufuk timur.Pagi melipat jubah hitamnya yang tergerai disaat bumi terlelap.Meskipun aku terjaga pada saat itu.Bayang-bayang hitam masa lalu masih membekas diingatanku.Aku malu dengan waktu.Bagiku tak akan ada cahaya kehidupan yang dapat menerangi sisi gelapku.
 
Pagi ini entah apa yang harus aku lakukan.Jika aku keluar rumah,apakah dunia masih menertawakan penderitaanku?.Entahlah,aku menjadi muak dengan semua ini.Seandainya waktu itu aku mati saja,mungkin aku tidak akan pernah merasakan tanganku yang pegal karena terlalu sering mengayuh kursi roda yang kini sudah menjadi atribut khasku.Atribut orang tak berguna dan tersisihkan oleh dunia.

Saat itu hujan begitu lebat.Mendung hitam menebal.Titik-titik air berjatuhan membasahi baju yang kami kenakan.Untungnya di tengah perjalanan kami menemukan sebuah rumah kecil untuk kami berteduh.
"kamu lapar,nak?"Bapak menatapku dengan lembut.
Aku menggelengkan kepala dan Bapak pun mengerti maksudku.Buatku rasa lapar yang kurasa tak sebanding dengan kenyataan menyakitkan yang harus Bapak terima.Seandainya Bapak tidak di PHK, mungkin Bapak tidak akan pulang cepat dan menyaksikan tontonan menjijikan di depan matanya.Kejadian itu membuat Bapak marah dan keluar rumah meninggalkan Ibu yang telanjang bulat di kamar tidurnya bersama lelaki hidung belang yang tak lain adalah Sartono,sahabat Bapak sejak kecil di kampung. Bapak menarikku untuk pergi meninggalkan rumah.Bagi anak umur sebelas tahun sepertiku,terlalu dini untuk mengetahui hal semacam ini.Dan aku lebih memilih Bapak karena Bapak kini sudah tak punya apa-apa lagi kecuali aku.Setidaknya ibu masih punya sartono,mungkin.
Sebenarnya sudah lama aku tau soal kedekatan Ibu dengan Sartono.Sejak Bapak sering lembur dan sejak Sartono numpang di rumah kami tentunya.Bapak sangat dekat sekali dengan sahabatnya itu.Makanya bapak tidak merasa keberatan Sartono numpang sementara waktu di rumah kami.
"Aku bingung dengan apa aku harus membalas kebaikanmu,dam."Itulah kalimat rendahan yang terucap dari mulut sartono pada saat dia diijinkan numpang di rumah kami sementara waktu,selama dia mencari pekerjaan di kota.Dan dia pun membalasnya dengan luka yang kini basah di hati Bapak.
"Kamu gak nyesel ikut Bapak?seenggaknya kalau kamu tadi memilih tetap tinggal di rumah,mungkin sekarang kamu gak akan kedinginan seperti ini."keluh Bapak lesu.
"Aku gak akan merasa menyesal selama Bapak tetap disamping Iwan."Bapak tersenyum mendengar ucapanku.
"Bapak bangga sama kamu,nak."kata Bapak sambil menepuk-menepuk bahuku.

Bagiku sekarang,Bapak adalah satu-satunya harta berharga yang aku punya.Mungkin sekarang aku tidak punya rumah dan harus terbiasa menahan lapar yang melilit perut.Tapi aku punya Bapak,yang sekarang bagiku adalah segala-galanya.Aku juga siap menerima resiko putus sekolah jika Bapak tidak sanggup menanggung biaya sekolahku,meskipun sebentar lagi aku ujian sekolah dan harapanku untuk dilanjutkan sekolah pun sekarang sudah menjadi undian nasib.Bahkan hidupku ini tergadaikan oleh kefakiran.

Hujan mulai menipis.Langit mulai merekahkan mendung yang menebal sejak tadi.Kuperhatikan raut wajah Bapak,sendu dan tak bergairah.Ada gurat-gurat sedih di balik kulitnya yang sudah mulai menuai.Ingin rasanya kuhapus kesakitan yang berkecamuk di hati Bapak.Mungkin Bapak bingung,apa yang harus dia lakukan untuk biaya hidup kami berdua ke depannya.
Kami berjalan tanpa tau tujuan.Aku mulai merasa keseimbangan tubuhku mulai berkurang.Rasa lapar yang ku tahan sejak tadi,menubruk kebungkamanku untuk berani mengatakan pada Bapak,
"Pak,sebenarnya sejak tadi perutku sakit menahan lapar."

Bapak berjalan di depanku.Aku mengikuti Bapak dari belakang sambil memegang bahkan menekan perutku yang tidak bisa di ajak kompromi.Aku tak tega jika harus mengatakan bahwa aku kelaparan karena sejak tadi pagi aku belum makan.Akan tetapi,rasa sakit ini semakin menjadi.Kini aku mulai sulit tuk bergerak dan kepalaku pusing,pusing sekali. Aku terjatuh dan tak mampu tuk berdiri. Bapak menoleh ke belakang dan segera menghampiriku.
"Kamu kenapa?muka kamu pucat sekali."tanya Bapak cemas.
Aku hanya bisa memandangi wajah Bapak yang terlihat samar-samar.Aku tak bisa berkata sepatah kata pun.Kemudian Bapak memapahku ke tepi jalan.Sejenak Bapak menatapku dalam-dalam.
"tunggu sebentar,nak.Bapak akan segera kembali."
Bapak pergi meninggalkan aku sendiri di pinggir jalan.Entah apa yang ada difikiran Bapak, yang jelas aku tak mampu bertanya kemana Bapak hendak pergi.

satu jam lamanya aku disini dan Bapak tak kunjung datang.Aku ingin sekali berlari mencari Bapak,tapi badanku masih terasa lemas.Aku hanya bisa menatap langit yang memutih.Bersandar pada sebatang pohon tanpa ada orang yang peduli.

Cuaca cerah kembali.Jalanan sepi mulai terkendali.Sudah mulai ada mobil – mobil yang berseliweran melewatiku.Rasanya Aku tidak bisa berdiam diri terus menerus disini.Kupaksakan diriku untuk beranjak pergi mencari Bapak.Kuseret tubuhku dengan tenaga seadanya.Kupastikan kaki ini tetap melangkah meski sesekali harus bertumpu pada pohon ditepi jalan.

tidak lama kemudian terdengar suara gaduh dikejauhan.Ku mencoba tuk mendekat ke arah sumber suara.Ku mendapati sekelompok massa yang sedang memukuli seorang lelaki di seberang jalan.Mereka tak henti-hentinya memukuli orang itu tanpa belas kasihan.Bahkan cacian terlontar begitu saja dari mulut mereka.Aku mulai merasa penasaran,siapa orang yang mereka hakimi dan diteriaki maling itu.Ketika aku mendekat dan memastikannya,dari sebrang jalan aku baru bisa melihat jelas wajah babak belur itu.
"Bapak!"

Aku sama sekali tak berharap orang yang dihajar massa itu adalah Bapak.Jika benar itu Bapak,aku ingin segera bangun karena aku yakin ini pasti mimpi.Tapi wajah sendu di balik memar yang membiru itu,membuatku tidak bisa mengingkari kalau dia itu adalah Bapak. Tiba-tiba aku menjadi hilang kendali.Rasa sakit yang sejak tadi kurasakan kini mulai aku abaikan.Aku berlari untuk menghambur ke keramaian massa.Aku sudah tidak memikirkan apa-apa kecuali Bapakku yang babak belur dihajar massa.
ketika aku menyebrangi jalan,tiba-tiba sebuah truk berjalan ke arahku.Truk tersebut melaju begitu cepat dan tak terkendali.Aku terkejut membisu di tengah jalan.Orang-orang berteriak dan,
Aaahhh!
tubuhku terpelanting,tulangku serasa remuk ketika terhempas ke tanah.Jiwaku serasa melayang dan seolah-olah aku merasakan perputaran bumi yang begitu cepat.Semuanya samar terlihat.Aku tak mampu menangkap suara-suara yang mendengung di telinga.Tapi aku merasakan pelukan hangat dan sebuah kecupan dikeningku.

Peristiwa itu adalah saat-saat terakhirku bersama Bapak.Pelukan hangat itu adalah pelukan terakhir dari Bapak sebelum akhirnya Bapak dijebloskan ke penjara dengan tuduhan pencurian.Dan aku tau,itu semua Bapak lakukan untuk aku yang hampir mati kelaparan.
jika Bapak sudah keluar penjara,aku akan ikut Bapak lagi bahkan jika sekarang aku dipenjara bersama Bapak aku rela.Karena aku muak tinggal bersama Ibu dan Bapak tiriku,Sartono.Seandainya Bapak tau keadaanku sekarang,mungkin bapak aka bawa aku pergi jauh dari rumah terkutuk ini.Aku sudah tidak tahan lagi melihat Sartono berjudi dan mabuk-mabukan.Sedangkan ibu tidak bisa berkutik di hadapan Sartono yang kini lebih suka main fisik.
Bagi mereka ada atau tidaknya aku,tidak jauh berbeda.Sekarang aku merasa bukan kakiku saja yang buntung,tapi hatiku juga.



karya :Zahratushita